TUJUAN PEMBAHASAN
Tingginya angka kematian bayi di Indonesia dapat diminimalisir salah satunya dengan melaksanakan rawat gabung (rooming in), bahkan infeksi nosokomial pada penatalaksanaan rawat gabung dapat kita tekan. Rawat gabung (rooming in) adalah satu cara perawatan di mana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.
Pembahasan ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan secara luas mengenai rawat gabung kepada pembaca dengan harapan yang besar dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas serta mewujudkan kesejahteraan ibu dan bayi.
***
PEMBAHASAN
A. Definisi Rawat Gabung
Sistem rawat bayi yang disatukan dengan ibu sehingga ibu dapat melakukan semua perawatan dasar bagi bayinya. Bayi bisa tinggal bersama ibunya dalam satu kamar sepanjang siang maupun malam hari sampai keduanya keluar dari rumah sakit atau bayi dapat dipindahkan ke bangsal neonatus atau ruang observasi pada saat-saat tertentu. Seperti pada malam hari atau pada jam-jam kunjungan besok.
(Farrer, 1999: 180)
Suatu sistem perawatan di mana bayi serta ibu dirawat dalam satu unit. Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu berada di samping ibu sejak segera setelah dilahirkan sampai pulang.
(Prawirohardjo, 2007:266)
“the best possible structure in the hospital for facilitating mother-infant attachment, bonding, parenting, and the family unit is rooming-in”
“cara terbaik rumah sakit untuk memfasilitasi ibu dan bayi dalam attachment, bonding, parenting serta unit keluarga disebut rawat gabung”
(Varney 1987:651)
B. Tujuan Rawat Gabung
1. Bantuan emosional
Setelah menunggu selama sembilan bulan dan setelah lelah dalam proses persalinan si ibu akan sangat senang bahagia bila dekat dengan bayi. Si ibu dapat membelai-belai bayi, mendengar tangis bayi, mencium-cium dan memperhatikan bayinya yang tidur di sampingnya. Hubungan kedua makhluk ini sangat penting untuk saling mengenal terutama pada hari-hari pertama setelah persalinan. Bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih sayang (bonding effect).
(Prawirohardjo, 2007:266)
“The setting is ideal for a new, inexperienced mother not only to learn how to care for her baby but also to get to know her baby and how it communicates with her through body movement and vocal noises. The experienced mother also benefits from rooming-in and learning the individuality and communication style of this baby. Rooming-in makes the transition from hospital to home a gradual and natural one instead of shock.”
“Cara ini sangat ideal untuk seorang ibu, untuk ibu yang tidak berpengalaman tidak hanya belajar bagaimana merawat bayinya tetapi juga mengenal bayinya dan bagaimana berkomunikasi dengan gerakan tubuh dan suara. Para ibu yang berpengalaman juga belajar gaya individualitas dan komunikasi bayi. Rooming-in membuat transisi dari rumah sakit ke rumah melalui satu tahap alami dan menghindari syok.”
(Varney 1987:651)
2. Penggunaan ASI
ASI adalah makanan bayi yang terbaik. Produksi ASI akan lebih cepat dan lebih banyak bila dirangsang sedini mungkin dengan cara menetekkan sejak bayi lahir hingga selama mungkin. Pada hari-hari pertama, yang keluar adalah colostrum yang jumlahnya sedikit. Tidak perlu khawatir bahwa bayi akan kurang minum, karena bayi harus kehilangan cairan pada hari-hari pertama dan absorpsi usus juga sangat terbatas.
(Prawirohardjo, 2007:266)
“Rooming-in also is the ideal setting for breastfeeding (because the mother can respond when the baby is hungry and nurse frequently to stimulate lactation), to involve the father, and begin parenting.”
“Rooming-in juga cara yang ideal untuk IMD (karena ibu dapat merespon ketika bayi lapar dan perawat sering membantu merangsang laktasi secara sering), untuk melibatkan ayah, dan mulai mengasuh.”
(Varney 1987:652)
3. Pencegahan infeksi
Pada tempat perawatan bayi di mana banyak bayi disatukan, infeksi silang sulit dihindari. Dengan rawat gabung, lebih mudah mencegah infeksi silang. Bayi yang melekat pada kulit si ibu akan memperoleh transfer antibosi dari si ibu. Kolostrum yang mengandung antibody dalam jumlah tinggi, akan melapisi seluruh permukaan kulit dan saluran pencernaan bayi, dan diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang tinggi. Kekebalan ini akan mencegah infeksi terutama pada diare.
4. Pendidikan kesehatan
Kesempatan melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama primipara. Bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi, merawat tali-pusat, perawatan payudara dan nasihat makanan yang baik, merupakan bahan-bahan yang diperlukan si ibu. Keinginan ibu untuk bangun dari tempat tidur, menggendong bayi dan merawat sendiri akan mempercepat mobilisasi, sehingga ibu akan lebih cepat pulih dari persalinan.
(Prawirohardjo, 2007:266)
Pada situasi normal, rawat gabung ibu-bayi dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas neonatus; tujuannya agar ibu-bayi meningkatkan hubungan batinnya sejak kelahiran; ibu selalu dapat merawat bayinya dan memberikan ASI on call/on demand; dapat mengurangi terjadinya abses mama dan kemungkinan karsinoma mama; petugas kesehatan dapat langsung memberikan petunjuk tentang berbagai masalah kala nifass sehingga dapat dilalui dengan aman dan bersih.
Pada keadaan abnormal, dengan rooming-in panas badan bayi dapat dipertahankan sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas; petugas kesehatan dapat memberikan nasehat mengenai kebersihan diri, vulva, payudara, puting susu, istirahat cukup, latihan mengembalikan otot diafragma pelvis dan perut, gizi sehat untuk laktasi, masalah hubungan seksual pasca persalinan serta keluarga berencana yang dianjurkan post partum.
(Manuaba, I.B.G, dkk. 2007:370)
Menurut jurnal penelitian yang diajukan pada Kongres Nasional Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) II, 27-29 Maret 1986 di Surabaya menunjukkan bahwa bayi yang dirawat gabung tidak menghasilkan kadar serum bilirubin dan penurunan berat badan yang berbeda dibandingkan dengan bayi yang dirawat pisah pada hari ketiga kehidupannya, sedang intensitas hiperbilirubinemia tak berhubungan dengan penurunan berat badan. Episode gastroenteritis tak dijumpai pada bayi yang dirawat gabung.
(Asparin, dkk, 1986:200)
C. Kelemahan Rawat Gabung
Ada satu kerugian yang terdapat (tapi dapat dicegah) pada rawat gabung. Jika ibu tidak berdisiplin dalam menggunakan setiap kesempatan untuk beristirahat, ia akan menyia-nyiakan waktu istirahatnya dan menjadi terlalu lelah. Jika perawat menyadarinya dan membantu mengatur istirahat ibu, problem seperti ini tidak akan terjadi.
(Farrer, 1999: 182)
D. Pelaksanaan Rawat Gabung
Sebagai pedoman penatalaksanaan rawat gabung telah disusun tata kerja sebagai berikut.
Di poliklinik Kebidanan: memberikan penyuluhan mengenai kebaikan ASI dan rawat gabung; memberikan penyuluhan mengenai perawatan payudara, makanan ibu hamil, nifas, perawatan bayi, dan lain-lain; mendemonstrasikan pemutaran film, slide mengenai cara-cara merawat payudara, memandikan bayi, merawat tali-pusat, Keluarga Berencana dan sebagainya; mengadakan ceramah, tanya jawab dan motivasi Keluarga Berencana; menyelenggarakan senam hamil dan nifas; membantu ibu-ibu yang mempunyai masalah-masalah dalam hal kesehatan ibu dan anak sesuai dengan kemampuan; membuat laporan bulanan mengenai jumlah pengunjung, aktifitas, hambatan dan lain-lain.
Di kamar bersalin: bayi yang memenuhi syarat perawatan bergabung dilakukan perawatan bayi baru lahir seperti biasa. Adapun kriteria yang diambil sebagai syarat untuk dapat dirawat bersama ibunya ialah: nilai Apgar lebih dari 7; berat badan lebih dari 2500, kurang dari 4000 gram; masa kehamilan lebih dari 36 minggu, kurang dari 42 minggu; lahir spontan presentasi kepala; tanpa infeksi intrapartum; ibu sehat. Dalam jam pertama setelah lahir, bayi segera disusukan kepada ibunya untuk merangsang pengeluaran ASI; memberikan penyuluhan mengenai ASI dan perawatan bergabung terutama bagi yang belum mendapat penyuluhan di poliklinik; mengisi status P3-ASI secara lengkap dan benar. Catat pada lembaran pengawasan, jam berapa bayi baru lahir dan jam berapa bayi disusukan kepada ibunya; persiapan agar ibu dan bayinya dapat bersama-sama ke ruangan.
Di ruang perawatan: bayi diletakkan di dalam tempat tidur bayi yang ditempatkan di samping tempat tidur ibu. Pada waktu berkunjung bayi dan tempat tidurnya dipindahkan ke ruangan lain; perawat haarus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat dikenali keadaan-keadaaan yang tidak normal serta kemudian melaporkan kepada dokter jaga; bayi boleh menyusu sewaktu ia menginginkan; bayi tidak boleh diberi diberi susu dari botol. Bila ASI masih kurang, boleh menambahkan air putih atau susu formula dengan sendok; ibu harus dibantu untuk dapat menyusui bayinya dengan baik, juga untuk merawat payudaranya; keadaan bayi sehari-hari dicatat dalam status P3-ASI; bila bayi sakit/perrlu observasi lebih teliti, bayi dipindahkan ke ruang peraatan bayi baru lahir; bila ibu dan bayi boleh pulang, sekali lagi diberi penerangan tentang cara-cara merawat bayi dan pemberian ASI serta perawatan payudara dan makanan ibu menyusui. Kepada ibu diberikan leaflet mengenai hal tersebut dan dipesan untuk memeriksakan bayinya 2 minggu kemudian; status P3-ASI setelah dilengkapi, dikembalikan ke ruangan follow up.
Di ruang follow-up: pemeriksaan di ruangan follow up meliputi pemeriksaan bayi dan keadaan ASI. Aktivitas-aktivitas di ruangan follow up: menimbang berat bayi; anamnesis mengenai makanan bayi yang diberikan dan keluhan yang timbul; mengecek keadaan ASI; memberikan nasihat mengenai makanan bayi, cara menyusukan bayi; pemeriksaan bayi oleh dokter Anak; pemberian imunisasi menurut instruksi dokter.
(Prawirohardjo, 2007:267)
Tenaga kesehatan harus melihat dan memeriksa bayi dalam rawat–gabung setiap hari untuk mengetahui apakah bayi tersebut tetap dalam keadaan baik, atau perlu mendapat pengobatan tertentu, atau perlu dipindahkan ke tempat perawatan bayi yang intensif.
1. Pemantauan keadaan bayi selama bayi dirawat
Bidan/perawat yang bekerja di bangsal bayi harus mengetahui ciri-ciri bayi yang normal, supaya ia dapat mengenal segera perubahan tingkah-lakunya dan kemajuan/kemunduran kesehatannya, dan membuat catatan serta laporan kepada dokter. Hal ini sangat membantu dokter yang bekerja di tempat perawatan bayi untuk melakukan tindakan dan pemeriksaan yang perlu guna menolong bayi tersebut. Pengamatan ditujukan terhadap:
a. Keadaan umum: bayi yang sehat tampak kemerah-merahan, aktif, tonus otot baik, menangis kuat, minum baik, suhu tubuh 36oC – 37oC. hal-hal yang menyimpang dari keadaan ini dianggap tidak normal.
b. Suhu tubuh paling kurang diukur satu kali sehari
c. Menimbang berat badan sebaiknya dilakukan setiap hari
d. Tinja yang berbentuk mekonium berwarna hijau tua yang telah berada di saluran pencernaan sejak janin berumur 16 minggu, akan mulai keluar dalam waktu 24 jam; pengeluaran ini akan berlangsung sampai hari ke 2-3.
e. Air kencing: bila kandung kencing belum kosong pada waktu lahir, air kencing akan keluar dalam waktu 24 jam.
f. Perubahan warna kulit
g. Pada perubahan pernafasan. Pada setiap gangguan pernapasan harus dilakukan foto paru.
h. Hal-hal lain: bila bayi muntah, perlu dicatat jumlah, warna, konsistensi yang dikeluarkan, cara muntah, apakah ada hubungannya dengan pemberian minum, gangguan di saluran pencernaan.
2. Pemantauan keadaan bayi sehari-hari
a. Mata bayi harus selalu diperiksa untuk melihat tanda-tanda infeksi
b. Mulut diperiksa untuk kemungkinan infeksi dengan kandida (oral trush).
c. Kulit, terutama di lipatan-lipatan (paha, leher, belakang telinga, ketiak), harus selalu bersih dan kering.
d. Tali-pusat pada umumnya akan puput pada waktu bayi berumur 6-7 hari. Bila tali-pusat belum puput (lepas) maka setiap sesudah mandi tali-pusat harus dibersihkan dan dikeringkan.
e. Kain popok harus segera diganti setiap kali basah karena air kencing atau tinja. Pantat bayi dibersihkan dengan air steril atau air bersih dan kemudian dikeringkan.
f. Sebelum tali-pusat lepas, sebaiknya bayi diseka saja dengan air steril atau air matang, bubuhkan obat antiseptik yang dapat membunuh kuman gram negatif/positif bila memungkinkan.
(Latief, 1985:1156)
E. Syarat Rawat Gabung
Pada prinsipnya syarat rawat gabung adalah di mana si ibu mampu menyusui dan si bayi mampu untuk menyusu. Kemampuan si ibu untuk menyusui dimulai dengan keinginan atau kesediaan yang berupa motivasi si ibu sendiri untuk menyusui. Disinilah pentingnya motivasi diberikan sejak awal kehamilan. Keadaan ibu yang sehat selalu memungkinkan si ibu untuk menyusui. Penolong persalinan harus cukup terlatih untuk menilai apakah ibu dan bayi mampu menyusui setelah proses persalinan.
(Prawirohardjo, 2007:268)
F. Kontra Indikasi Rawart Gabung
Pihak ibu
1. Fungsi kardiorespiratorik yang tidak baik
2. Eklampsia dan preklampsia berat. Keadaan ibu biasanya tidak baik dan pengaruh obat-obatan unuk mengatasi penyakit biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga sementara ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan siberikan pada bayi.
3. Penyakit infeksi akut dan aktif, dikhawatirkan bahaya penularan pada bayi.
4. Karsinoma payudara. Pasien dengan karsinoma payudara harus dicegah jangan sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusi ditakutkan adanya sel-sel kasrsinoma yang terminum si bayi.
5. Psikosis: tidak dapat dikontrol keadaan jiwa si ibu bila menderita psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayi.
Pihak bayi
1. Bayi kejang. Ada bahaya aspirasi, bila kejang timbul saat bayi menyusu.
2. Bayi yang sakit berat
3. Bayi yang memerlukan observasi atau terapi khusus
4. Very Low Birth Weight (Berat Badan Lahir Sangat Rendah). Refleks mengisap dan refleks lain pada VLBW belum baik sehingga tidak mungkin untuk menyusu dan dirawat gabung.
5. Cacat bawaan. Diperlukan persiapan mental si ibu belum pulih kesadarannya. Untuk menerima keadaan bahwa bayinya cacat. Cacat bawaan yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak.
6. Kelainan metabolik di mana bayi tidak dapat menerima ASI.
(Prawirohardjo, 2007:268)
G. Kesulitan Rawat Gabung
1. Kasus tidak terdaftar belum memperoleh penyuluhan sehingga masih takut untuk menerima rawat gabung.
2. Kekurangan tenaga pelaksana untuk penyuluhan dan pendidikan kesehatan untuk mencapai tujuan yang maksimal.
3. Secara terpaksa masih digunakan susu formula untuk keadaan-keadaan di mana ASI sangat sedikit; ibu yang mengalami tindakan operatif dan belum pulih kesadarannya.
(Prawirohardjo, 2007:269)
***
DAFTAR PUSTAKA
Farrer, Helen. 1999. Perawatan Maternitas edisi 2. Jakarta : EGC
Latief, Abdul. Dr. 1985. Ilmu Kesehatan Anak (Cet.IV). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Manuaba, I.B.G, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan (Cet.IX). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Varney, Hellen. 1987. Varney’s Midwifery. Boston: Blackwell Scientific
Jurnal Penelitian :
Asparin, dkk. 1986. Rawat Gabung Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
film
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar